Langsung ke konten utama

Selasa Pagi Kelas D (1)


Selasa Pagi Kelas D (1)
Bagian 1
dibalik rencana perjalanan.

                Lama sebelum hari itu. Seminggu itu lama. Kelas saya diskusi, merancanakan sebuah perjalanan, yang mana, nanti akhirnya bukan jalan kaki, melainkan naik motor semua. Entah diskusi itu bisa dibilang diskusi atau sekedar omong dengan gaya saja.
            Disaat mayoritas cewek berpikir serius. Mereka, mayoritas pria terlihat tidak serius dengan diskusi itu. Khususnya, namanya Aji Tofa. Dia nggak serius banget, man. Karena dia memang nggak punya niat ikut agenda tidak resmi itu.
            Bahkan, saat diminta saran. Bagusnya pergi kemana? Aji jawab “Lapas Cebongan.” Itu nggak lucu kan, man. Your face is far away. Muka lu jauh.
            Tapi kelihatannya, ada beberapa pria yang sok tidak serius. Tapi mengharapkan semua itu terjadi dan terlaksana, jangan berpikir kalau itu adalah Aji. Mengapa saya tahu? Karena saya, Aji.
            Ada beberapa yang pulang duluan sebelum “diskusi misterius” itu ditutup secara resmi  oleh ketua kelas kami, dia Sopan. Dengan alasan berbagai macam. Mangapa saya tidak ikut pulang dulu saja?
            Ya, pada akhirnya saya pulang juga. Dengan alasan, mau ke warnet. Dah itu saja cukup buat muka kayak monitor laptop ini, untuk pulang.
            Akhirnya ditentukan, besok Sabtu ke PaRis Van Jogja. Sebutan kerennya Pantai Parang Tritis. Secara kritis karena males, saya komentar “Mengapa bukan Senin?” Akhirnya diganti, hari Selasa. Itu males banget, man.
            Padalah(bisa dibaca Padahal), hari Selasa biasanya motor saya tidak ada di rumah. Alasan itu bisa ditepis, dengan “Tenang, boncengan saja.” Besok Selasa saya ke rumah saudara. Alasan iti tidak bisa ditepis. Walau pun sebenarnya saya pergi ke rumah saudara tidaklah begitu penting dari acara kelas yang gak biasa terlaksana.
            Hari H. Selasa pagi, 14 Mei, 2013. Saya sudah bangun pada waktu yang masuk akal untuk semua orang juga bangun. Jam 6 lebih 15, kalau gak salah. Emang kalau jam-nya salah, saya gak lulus Ujian Nasional, gitu?
            Sesudah mandi, saya dikejutkan oleh teman saya, sebut saja Bagas. Yang sudah ada dengan motornya di barat rumah saya. Aku pura-pura tidak tahu, dan bilang “Owh, Paris ya?” baerharap Bapak saya yang lagi nonton TV tidak mengizinkan dan mengusirnya. Kata “Mengusirnya” bisa diganti dengan kata “Memulangkannya.”
            Tapi, beliau malah memberi saya uang. Yaudah, demi membahagiakan orang tua, saya membonceng Bagas ke rumah Arif. Dalam benak saya yang kebanyakan pesimisnya, mungkin dalam otak Bapak saya tertulis “Gak usah pulang, ya.”
            Sampai di rumah Arif Nasutional. Nama panjang Arif, saya mendadak lupa, dan baru ingat sekarang. Kalau nama aslinya adalah Arif K. Kalian bisa berimajinasi huruf “K” pada nama Arif itu artinya apa. Kawan-kawan, Kalijati, Kiai Langgeng... itu gak penting.
            Disana saya bertemu dengan beberapa teman saya dan melakukan dialog aneh seperti... #SKIP, nggak penting buat ditulis. Ke-enggak pentingan itu sampai pada saat berkumpul di tempat ke“dua”. Mungkin ke“3”. Bodo amat.
            #SKIP-nya sampai mana? Sampai ngeeeengggg. di parkiran Parang Tritis.
            Karena sebelum sampai, banyak kejadian yang gak begitu penting ditulis, seperti saya membonceng Danang, sebagian salah jalur, di depan nggak tahu jalan, hampir nabrak bus pariwisata dan saat saya berpikir negative pada penjaga TPR, atau apa itu lah “Pasti dia untung banyak.”
            Awalnya, di pantai itu... Bersambung bila saya lagi gak males ngetik cerita ini.
                Bantul, 14 May 2013

                @danMasihAji
#Selalu Berharap Apa yang Aku Harapkan#

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y