Langsung ke konten utama

Malam Jum’at Kelas D (1)


Bagian 1
Sebuah kisah perjalanan 10 anak manusia yang sok tahu tentang Jogja.

                Kamis, 2 Mei. Hari Pendidikan. 2013. After Isha’ WIB.
                Aku bagaikan selinting tegesan rokok bekas banci malam itu. Yang terbuang dan terabaikan. Mengapa mereka belum datang, mengapa mereka belum sampai?
Bagai seseorang yang suka seorang gebetan pasca tragedy PHP. Perih. Apakah mereka lupa akan janjinya, lupa akan aku? Atau mungkin memang sengaja melupakanku? Kampret.
Baru pukul 8 malam. Sepasang anak muda berboncengan mendatangi rumahku. Yang belakang memang temanku, Danang. Tapi yang depan, yang pakai helm. Apakah dia temanku, apakah dia pacar temanku? Entahlah, itu hubungan mereka.
Akhirnya kami bertiga ke rumah Bagas. Aku sedikit terkejut, disana sudah ada Arif dan 6 orang lainnya, yang telah siap dengan motor dan helmnya. Dan, yang paling mengejutkannya lagi, saat orang yang dibonceng Danang membuka helmnya. Tidak, rambutnya tidak berurai seperti kebanyakan iklan sampo lain. Dia tersenyum kearahku, sepertinya aku mengenalnya. Kampret, ternyata dia Wahyu.
Sayangnya, Veri dan Adnan tidak bisa bergabung bersama kami malam itu.
Akhirnya kami bersepuluh memulai perjalanan. Arif, Bagas, Nanda dan Sopan pakai motor sendiri. Aziz dengan Dedi. Wahyu dengan Danang. Tapi, apabila kalian pada malam itu melihat saya mboncengin seekor manusia berjaket biru. Itu bukan pacar saya. Sebut saja Rifki.
Kami adalah makhluk solider. Solidaritas kami tinggi, yang pakai motor gampang macet diberi posisi paling depan. Dengan harapan, bila seandainya macet, kami teman-teman dibelakangnya bisa melihatnya. Tapi nggak cuma melihat saja, melainkan juga bilang “Ha... macet.... Hahahaha.” Terus ditinggal. Kampret ya, Kalau motor saya yang macet. Kalau yang macet motor orang lain, gak papa sih.
Banyak perempatan yang kami lewati. Kami berhenti pada perempatan lalu lintas dengan lancar, itu cuma kadang-kadang. Banyak hal yang kami dapat di kawasan lalu lintas. Dari vespa Bagas mogok, Rifki mencari detikan lalu lintas, Aziz kedinginan, Arif mengatur lalu lintas sampai Wahyu dan Danang yang dengan mesranya mengintip sopir truck yang lagi kencing.
Mulai dari JokTeng, kami mulai berpisah-pisah. Sehingga, aku berkata dalam hati “Apakah ini yang dinamakan LDR?” Untungnya Arif bisa memimpin kami dengan bijak, sehingga kami bisa berkumpul bersama kembali. Bak seorang Ibu yang bertemu dengan anaknya setelah sekian lama berpisah.
Sedikit penjelasan, Arif dan Bagas memakai vespa. Tapi, parahnya Bagas fashionnya kurang cocok. Sehingga saat kami lihat dia naik vespa dari belakang itu lebih mirip gadis yang mau daftar kuliah di bidang pertanian.
Sampai akhirnya kami berada di Jalan Malioboro. Jalan yang ramai akan pelancong dan pedagang di kanan kirinya. Sehingga hanya terasa seperti jalan kecil saja dengan pejalan kaki, pengendara mobil dan pengendara motor lain. Beberapa kali, vespa Bagas mogok.
Kami hanya bisa melaju dengan kecepatan bule berjalan saat itu. Karena di depan kami ada sebuah mobil putih yang nggak kalah lambat. Sampai akhirnya Nanda dengan HPnya menyalip mobil putih itu.
Dengan sabar, akhirnya kami sampai di komplek Benteng Vredeburg. Disana, Arif bekerja menjadi tukang parkir, kami pun parkir. Setelah itu kami berjalan menuju taman yang ada di bagian selatan benteng itu untuk melepas lelah.
Banyak orang yang bermesraan di daerah itu. Kampret, itu membuat kami iri. Ok, mereka memang pacaran. Sedangkan kami, hanya teman sekelas yang tidak punya hubungan istimewa apa-apa. Sebenarnya, masalah utamanya bukan itu sih. Melainkan kami semua cowok. Tapi entah temanku lainnya menganggap diri mereka itu apa.
Setelah berbincang-bincang agak lama. Kami sadar bahwa ada yang aneh dari kita. Sampai akhirnya salah satu dari kami bilang “Rif, tadi petugas parkirnya kok kayak kamu?” Arif menjawab “Ya, itu kakakku.”
Tapi sebenarnya bukan itu masalahnya. Melainkan Nanda saat itu tidak bersama kita. “Apa, Nanda hilang?” “Ya, Nanda hilang.” Jawabku.
Apakah Nanda benar-benar hilang? “Ya, Nanda hilang.” Apakah Nanda bisa ditemukan? Bagaimana nasibnya setelah itu? Apakah Arif mempunyai kekuatan membelah diri?
To be continued... Bersambung bila saya lagi gak males ngetik cerita ini.

                Bantul, 3 May 2013
                Saya Aji Absurd, apa Nanda hilang? “Ya, Nanda hilang”
                Salam Absurd.

                @atafhugu
#Selalu Berharap MayDay Menjadi hari Libur Nasional#

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y