Langsung ke konten utama

Belajar Dari Pandji


Belajar Dari Pandji
 

Pandji Pragiwaksono, seorang comedian yang ngakunya SempArt, Sempat Artis. Yang pada karier pertamanya masuk TV, walau banyak orang yang gak tahu. Yang juga punya blog dengan namanya sendiri, Pandji Pragiwaksono. Dan yang punya anak bernama Dipo, anaknya sendiri.
Akhir-akhir ini, saya suka baca blog-nya. Terutama yang berseri “Susah Tapi Pasti Bisa.” Itu kelen banget, man. Disitu, Bang Pandji menjelaskan sejarah perkembangan Stand Up Comedy di Indonesia dan pembahasan comic luar negeri. Walau pun dengan sudut pandangnya sendiri. Tapi tetap bisa saya terima.
Dia sangat membanggakan orang-orang yang terlibat secara langsung mau pun tidak langsung dari berdirinya Stand Up Comedy di Indonesia. Seperti Warkop, Alm. Taufik, Ramon Papana, Raditya Dika sampai comic-comic lain di Indonesia sekarang.
Sampai antusiasnya Bang Pandji pada stand up comedy Indo. Dari blognya para comic, terutama blog-nya Bang Bene. Bang Pandji dijuluki Mario Teguh-nya SUCI, yang selalu memotivasi mereka para finalis SUCI 3.
Walau teman-temanku banyak yang bilang kalau stand up Pandji itu gak lucu. Tapi aku selalu tahu, kalau Bang Pandji itu selalu mencoba untuk memberikan kesan kepada penontonnya saat dia perform, bukan sekedar hiburan saja.
Bang Pandji juga membangun YPKAI, saya lupa artinya. Intinya, yayasan itu untuk anak penderita kanker. Dia hebat dan konsisten sekali meramut YPKAI, dia menolak segala job yang disponsori oleh rokok. Sampai suatu saat dia minta maaf, karena dia pernah stand up comedy dengan sponsor rokok, yang memang kelalaian dari pihak Pandji Pragiwaksono sendiri.
Ya, sebenarnya saya juga tidak suka rokok, perokok dan asap rokoknya.
Mengapa Pandji Pragiwaksono menurutku itu keren? Karena dia bisa menggabungkan Rep HipHop dengan Stand Up Comedy di hidupnya.
Jujur, belum lama ini saya pernah debat dengan teman saya (sama-sama kelas 9) secara tidak langsung. Dia suka music rep hiphop sedangkan saya suka stand up comedy. Secara tidak langsung dia pernah bilang “Stand Up Comedy itu apaan? Nggak terkenal.” Mungkin dia saja yang nggak kenal Stand Up Comedy.
Sampai saya pernah buat status dan materi Stand Up Comedy mengenai Rep HipHop “...Ya, mungkin music rep adalah fungsi turunan dari cara membaca cepat yang pernah diajarkan oleh guru bahasa Indonesia kita dulu, ya...” Hahaha... penggemar JHF VS JSC, ini. Jogjakarta Hiphop Foundantion Vs Jogja Stand up Comedy, pikirku.
Tapi buat apa diperdebatkan, ini hanyalah masalah kecil, masalah selera. Kalau kata Pandji Pragiwaksono, ini hanyalah genre, yang tidak mungkin ada juara satunya. Ya memang betul.
Sampai judul ini pun terinspirasi dari blog-nya bang Pandji juga “Belajar Dari Seinfeld.”
Terimakasih inspirasinya, ya Bang Pandji...
13 Mei 2013

@danMasihAji

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y