Langsung ke konten utama

Malam Jum’at Kelas D (2)


Bagian 2
Pulang dari Jogja.

                Kamis, 2 Mei. Hari Pendidikan. 2013. Entah jam berapa itu, yang penting udah malam.
                Yaudah, Nanda hilang. Terus kita mau apa lagi? SMS Nanda? Ya, SMS Nanda. Nggak lama, Nanda jawab “Saya pulang.”
            Setelah mendapat kabar kalau Nanda sudah pulang. Kami pun membangun panggung, menyewa JKT 48 feat Arya Wiguna, lalu berpesta merayakan kepulangan Nanda. Kepulangan ke rumahnya. Horeee....
            Ya, sebenarnya nggak semeriah itu juga, sih. Kami cuma foto-foto di dekat benteng itu. Walau pun sampai sekarang, belum ada hasil yang menunjukan bahwa foto-foto kami layak untuk dilihat mau pun dipublikasikan secara umum.
            Bodo amat, kami pun melanjutkan perjalanan (jalan beneran) di jalan Malioboro. Di barat jalan ada apa? Ya, ada seniman jalanan yang kayaknya asyik. Tapi, jalanlah yang memisahkan kita.
            Belum berapa puluh meter berjalan ke utara. Kami dikejutkan dengan adanya WC umum. WC umum pertama kali yang kami lihat saat berada di Jogja. Yang sepertinya membuat seorang teman kami dilema, mau masuk WC atau tidak sama sekali. Sebut saja W. Inisial dari Wahyu.
            Setelah sampai di tengah jalan Malioboro yang rasanya semakin sepi. Cuma rasanya. Tapi nyatanya masih rame-rame aja. Kami pun berjalan ke selatan, untuk kembali mengambil motor terus pulang. Pengalaman di Malioboro malam kami asyik-kan. Nggak ya? Ya, memang nggak asyik banget.
            #SKIP, saya mulai males nulis perjalanan pulang.
            Sampai akhirnya kami sudah sampai di Bantul kembali, dengan perut lapar sekali. Dan diputuskanlah makan pecel lele di dekat rumahnya Bagas. Ini bukan promosi, ya. Tapi, hal yang menyedihkan berlangsung saat itu, Aziz dan Dedi memulangkan diri. Walau pun nggak semenyedihkan itu.
            Karena saya yakin, yang sedih saat itu adalah:
1. Penjual Pecel Lele, mengapa malam-malam begini banyak cowok yang datang kesini dengan cowoknya?
2. Bagas, yang semoga dengan ketulusan hatinya, dia bersedia menyiapkan tikar yang dia impor langsung dari rumahnya.
3. Saya Sendiri, mendengar salah satu teman saya yang bilang “Sayang.” pada temannya sendiri. Itu ngeri, man.
            #SKIP, percakapan dan sebuah penantian tentang pecel lelel nggak usah ditulis, ya.
            Sampai saat, pecel lele pun hadir di depan kami ber-berapa yang sedang duduk di tikar. Saya lupa; Saya, Arif, Bagas, Danang, Rifki, Sopan, Wahyu. Ya, bertuju. Saya baru sadar, kalau kami adalah The Next SM*SH Generation 2. Kampret, ya. Pantesan kami kelihatan kayak orang penyuka sesama jenis.
            Entah apa yang Sopan proteskan dengan seporsi pecel lele itu. Sehingga membuat kami tertawa terbahak-bahak, sampai saya hampir tersedak daging lele. Kan nggak kelen, ya, kalau ada kabar seorang anak SMP meninggal malam hari karena makan pecel lele. Padahal kalau dipikir lagi, perkataan Sopan itu nggak lucu, man.
            #SKIP, kami selesai makan. Sopan memesan pecel lele-nya yang kedua untuk pulang. Dan, mari kita tinggalkan Bagas dengan tikarnya. Untuk melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing.
            Sampai akhirnya, hanya tinggal saya, Rifki dan Wahyu yang mengantarkan Danang pulang ke peristirahatan terakhirnya di Makam Tambalan. Ya, bisa kita defisinikan, rumah Danang yang berada di kaki Gunung Tambalan sebagai tempat ia beristirahat untuk terakhir kalinya pada malam itu.
            Tapi, saya pulang duluan. Karena nggak mau mengganggu kemesraan Cinta Segitiga itu. Sampai di rumah, ternyata sudah jam 12. Saya pun membersihkan badan sambil berharap mereka bisa pulang dengan selamat seperti saya. Beneran.
            Setelah itu baru tiduran di kamar. Jujur, saya belum bisa tidur saat itu. Tapi bukan karena memikirkan teman-teman saya, bodo amat. Saya tidak bisa tidur karena minum kopi tadi malam. Kalau nggak salah, sih.
            Dan ternyata, pada waktu yang sama pula. Teman-teman saya belum pada tidur. Ada yang belum sampai rumah, ada yang buat status tentang kehilangan Nanda, ada pula yang sangat berambisi kuat untuk tidur di luar rumah. Sebut saja Danang. Kasihan, ya? Nggak? Ya ngapain harus kasihan.
            Ya, akhirnya saya memejamkan mata, dan selesailah pengalaman Malam Jum’at Kelas D. Tamat... Tapi masih ada cerita lain di Selasa Pagi Kelas D in PaRis.
Bantul, 16 May 2013

                @danMasihAji

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Hubungan Setiap Season di Serial Fargo

Judulnya Fargo, tapi kok kebanyakan seting lokasinya ada di Minnesota bukan di Dakota Utara? Ini karakter di season 3 kayaknya ada yang familier deh, tapi siapa ya?Berhubungan pasti nih, tapi apa ya?      Beberapa pertanyaan itulah yang sempat saya pikirkan, dan jawaban dari pertanyaan pertama sudah saya singgung di tulisan sebelumnya ( cek di sini ). Sedangkan untuk 2 pertanyaan lainnya akan coba saya bahas di tulisan kali ini. Karena memang ada beberapa karakter yang menemani kita untuk memahami hubungan di setiap cerita Fargo. Mari kita runut dari timeline paling awal: Fargo Season 4 : Latar waktu 1950an Satchel membaca disamping Rabbi ( sumber gambar )      Satchel Cannon yang ditukar sebagai jaminan untuk memenuhi perjanjian damai antara Cannon Limited dengan Fadda Family. Walau hidup bersama keluarga mafia Itali Fadda Family, Satchel diperlakukan kurang layak dan disuruh tidur di loteng rumah bersama Rabbi Milligan yang peduli padanya. Rabbi Milligan ini adalah orang Irlandi

Nopek Juara SUCI IX

pengennya netizen sih Lima besar SUCI IX diisi oleh Ate, Egi, Rio, Ali, dan Nopek. Dari kelima finalis tersebut, 2 orang yang banyak digadang-gadang jadi juara oleh netizen adalah Nopek dan Ali. Apakah akan terbukti? Pada episode kali ini (9 April), finalis mendapat 2 sesi penampilan. Sesi pertama bertema bebas, tema yang sangat disukai dan memang dapat dimanfaatkan dengan baik oleh finalis season ini. Sedangkan sesi kedua bertemakan Roast of Aldi Taher, yang tidak kalah dar der dor plung dyeng pyar. Berikut sekilas topik penampilan di tema bebas: Ate resah dengan kebiasaan finalis lain yang ngambil premis terlalu dekat dan sering pakai meta komedi; Rio khawatir kalau karirnya naik palingan cuma jadi satpam di lantai 2; Nopek yang keberatan beban ekspektasi penonton; Egi yang berhasil menjilat juri; dan Ali menyimulasikan sesi close mic. Quote yang paling berkesan buat saya dari sesi ini adalah materi Ali Akbar yang kata Pandji