Langsung ke konten utama

Ingin Buat Buku


Cuma keinginan.
Bagaimana saya memulainya, ya? Keinginan ini sebenarnya sudah lama sih. Waktu saya kelas 2 SMP. Saya suka baca buku dari buku humor, cerita seperti Harry Potter, Trio Detektif yang juga disukai Raditya Dika sampai biografi tokoh.
Walau kebanyakan gak sampai habis bacanya. Bahkan minjam perpustakaan hanya dibaca sampulnya dan gambarnya saja. Tapi mengembalikannya lama banget. Biasanya buku yang kayak Harry Potter itu. Tebal banget.
Ya, di kelas 2 guru saya menyuruh kami para muridnya untuk meminjam buku di perpustakaan. Itulah awalnya, untuk pertama kali saya masuk dan meminjam buku di perpustakaan sekolah saya.
Di kelas 2 juga, tangan kiri saya retak. Saya jadi jarang keluar rumah.
Dan pada akhirnya, saya membaca bukunya Raditya Dika yang milik kakak saya. Entah itu miliknya, temannya atau meminjam perpustakaan sekolahnya. Lucu dan gokil banget. Yang kemudian memunculkan keinginan-keinginan gila untuk membuat buku.
Saya coba menulis tentang fiksi yang kebanyakan imajinasi gilanya. Baru 3 lembar, idenya hilang. Menulis pengalaman, walau saya bumbui humor. Tetap saja pengalaman saya kurang berkesan. Kurang pantas untuk ditulis.
Akhirnya saya iseng-iseng mencari info lomba membuat cerita di facebook. Hasilnya ada, ada banyak banget di grub. Satu persatu saya mengirimkan karya saya menurut temanya masing-masing. Tentu saja dengan mengetik baru lagi.
Inilah dunia literasi.
Bulan pertama, banyak sekali yang saya kirim. Semuanya kalah, saya gagal menjadi contributor event-event menulis buku antologi. Entah itu horror, romantis, humor atau pun puisi. Ya mungkin saya masih newbi, amatir dan kurang berpengalaman.
Untuk menyalurkan bakat-bakat saya, karya saya yang gagal masuk lomba itu. Saya membuat blog. Blognya jelek. Saya labil banget, cuma gara-gara judul yang kurang pas. Saya ganti alamat email dan blog. Banyak banget blog dan alamat email yang saya punya.
Sampai akhirnya, ada seorang penulis senior yang inbox fb saya. Kalau gak salah begini “Aji, blog kamu bagus. Mau nggak bekerja sama dengan saya, nanti saya terbitkan?” Tentu saya senang sekali.
Tapi saya berpikir lagi, saya sadar blog saya isinya absurd. Sampai nggak masuk dalam golongan absurd. Isinya gak konsisten. Saya pun balas inboxnya “Beneran? Saya berapa lembar, kamu berapa lembar, kak?
Dia balas “Nggak, maksudnya satu buku itu isinya karya kamu semua. Dan pakai uang kamu untuk menerbitkannya. Bagaimana? Tapi saya dapat persenan.
Persenan muka lu. Karya saya memang jelek, tapi maaf, karena kejeleken itu. Saya punya harga diri. Karena saya tahu, buku saya gak akan laris, man. #paragraf sok banget Hampir saya kena modus penulis senior. Untuk menguntungkannya sendiri.
Setelah beberapa bulan mengikuti lomba literasi di facebook. Saya jadi salah satu dari 25 kontributor yang tadinya 200-an peserta dalam buku antologi “Tas Buku Sepatu” dengan karya fts(flast true story) saya yang saya beri judul “Tawuran Monyet” Yang menambah pengalaman saya.
Saya pun mulai memenangkan dan menjadi contributor di beberapa event dengan gaya penulisan humor saya. Yang katanya beda. Saya pun menjadi tenar(ada kosakata lain?) di grup literasi.
Sampai akhirnya pada karya yang saya dapatkan bukti terbitnya “Dilarang STOP”. Saya memutuskan break dari dunia kepenulisan. Karena dibohongi beberapa PJ(penanggung jawab) event kepenulisan dan saya mau konsentrasi pada UN SMP.
Dan, sekarang (selesai UN). Saya lagi mengikti event #KomediRomantis dengan mengirimkan karya terbaru saya “Cinta Open Mic” Do’akan semoga saya jadi contributor, ya... man.
Bantul, 28 May 2013

@danMasihAji
#Ini Bukan Untuk Lomba#

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y