Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

The Sherlockian

Pengalaman membaca buku, subjektif J The Sherlockian , Memburu Pengakuan Rahasia Conan Doyle, merupakan sebuah buku yang ditulis oleh Graham Moore yang terbit pada tahun 2010. Tapi untuk versi bahasa Indonesia, buku ini diterbitkan oleh Bukune pada tahun 2013. Aku pribadi membeli buku ini sekitar setahun yang lalu, 2017. Memang saat itu aku sedang mengikuti Serial TV ‘Sherlock Holmes’ yang awalnya aku tahu cerita detektif yang deduktif ini melalui film-filmnya. Walau jujur, dulu aku   seperti butuh usaha yang lebih untuk benar-benar menikmati film Sherlock Holmes. Ya, semenjak aku jadi mahasiswa Teknologi Pendidikan. Menonton Sherlock Holmes itu bisa menghadirkan pengalaman mengesalkan –mengesankan- tersendiri. Di kuliah, aku dikenalkan dengan model pembelajaran memorization atau mnemonik, intinya tentang seni menghapal, yang mana di dalamnya juga ada cabang yang disebut sebagai Memory Palace . Kalau yang ngikutin Sherlock pasti tahulah istilah tersebut, yang kurang lebi

FKY 30

Aku sekolah di Jogja sejak SMA sederajat, STM. Tapi baru dua tahun yang lalu, kali pertama ku datang ke FKY, Festival Kesenian Yogyakarta. FKY 28. Aku kurang tertarik dengan pasar malam. Pilihanku pas STM kalau mau berkegiatan malam di Jogja, ya pulang dulu ke Bantul terus ke Jogja lagi. Atau ku pikir lebih males lagi ke FKY gak usah pulang, tapi pakai seragam STM, tas isi laptop dan yang paling males adalah rambut 121. Multimedia kok cetak’an... Awh, dah lah ya, pilihanku juga, sekolah di STM. FKY 28 itu di Condong Catur, Sleman. Ku pergi ke sana, dengan teman maba. Aku sudah bukan civitas akademika STM lagi. Tapi tetap, rambutku masih tilas 121. Ku pikir bukan tentang bangga “aku alumni STM”, tapi aku menyikapi aturan Ospek terlalu kaku. Efek STM... FKY 29 itu di Pyramid, Jalan Parangtritis. Bantul, bung. Tapi aku tidak menyempatkan mampir ke sana. Karena apa? Rahasia... J Kembali ke FKY 30. Jumat, 27 Juli. Kawan kuncen UKMP sepakat berangkat ke FKY setelah Maghrib, wal

Notulensi Temu Dlogog

Sabtu, 21 Juli 2018. Aku renang di siang hari. Entah apa motivasiku, menjelang sore harinya, ku datang ke sekre UKMP. Ya, aku hanya berpikir hari itu ku perlu datang karena Minggunya aku tidak bisa ke sana. Ya, sepi, maklumlah. Beberapa orang mulai muncul, dan pergi lagi. Ya, sepi, maklumlah. Sampai akhirnya Kang Has cerita kalau helm-nya sore ini hilang. Hmmm... aku kaget, dengan kagetku yang biasa saja. Karena kulihat dia biasa saja, alhamdulillah . Walau jika aku yang mengalami kehilangan helm, walau pun aku tidak terlalu kaget, mungkin aku bakal panik. Dan dia akan peduli. Tapi untungnya (kupikir) dia cukup terlatih dalam mengalami masalah, tidak butuh waktu lama ia menemukan solusi untuk membeli helm baru. Bersamaan dengan kepanikan yang santai itu, sebuah grup WA mulai membuatku kepikiran. Owh iya, malam ini ada rencana ketemu bareng kawan-kawan kelas di STM. Mereka ngajak ketemu jam 19.00. Awh, kupikir juga bakal molor. Dan, ya... pikirku membantu Kang Has -meminjaminya

Berbeda

Tidak seperti biasa, hari itu aku pulang sore. Bersama banyak orang lain yang juga pulang sore. Juga tidak seperti biasa, sore itu aku memutuskan untuk menggunakan jalur yang biasa digunakan banyak orang lain di sore hari. Ya benar jalannya ramai. Terlepas dari perasaanku yang kupikir sempat kacau hari itu. Awh, sepertinya aku memiliih melewati riuhnya jalan umum hanya karena aku pengen punya alasan untuk mengumpat di sore itu. Kupikir lagi keputusan untuk pulang sore bersama orang-orang umum di jalan yang umum kali itu adalah untuk menilai seberapa tidak umum aku dan apakah ketidakumumanku ini patut untuk dipertahankan. Dan ya, aku merasa bangga pada diriku. Ternyata jalan yang selama ini biasa aku gunakan untuk pulang merupakan jalan yang lebih nyaman untukku, tapi entah lebih cepat atau tidak. Toh secara waktu, aku juga jarang pulang berbarengan banyak orang lain pulang. Tapi ya, itu yang aku rasakan. Aku juga tidak ingin memaksa atau menyarankan banyak orang untuk men

Urip iku Urup

Merupakan salah satu kalimat yang mulai kukenal dan sukai kurang lebih sejak aku semester 2. Aku kurang begitu paham tentang siapa yang mencetuskan kutipan keren ini, mungkin suatu saat kalau ada koneksi internet dan ingat bakal aku cari. Seingatku, aku suka kalimat ini setelah sedikit mempelajari tentang teori sosial Fungsional Struktural. Bahwa intinya “aku hidup jika aku memiliki peran (fungsi) di lingkunganku hidup”. Peran atau fungsi di sini bukan saja berarti peran sebagai orang baik atau pun pekerjaan dan perilaku baik lain yang bermanfaat bagi masyarakat. Tapi juga bisa berarti peran buruk yang sebenarnya juga menghidupkan suasana di masyarakat. Sosial. Ya tentu, seharusnya dengan pendidikan (karakter) sekarang, paling tidak kita tahu seperti apa peran yang baik dan perlu kita pilih untuk laksanakan. Sampai sini semoga sudah tahu maksud saya. Tapi santai, ini sekadar sudut pandang dan pengertianku tentang Fungsional Struktural yang menurutku baru dikit. Jadi kalau ad

Kuliah atau Kerja Jik 0.2

Ya, benar. Saya tidak lolos SNMPTN. Tapi ya memang tidak berharap banyak, sih. Oiya,  ketika tulisan ini aku buat, ternyata sudah lebih setahun dari tulisan yang pertama. Jadi mungkin bakal ada timeline yang kacau. Maaf. Televisi ISI. Saya masih ingat bahwa saya adalah seorang siswa jurusan Multimedia. Tidak tahu banyak atau sedikit, tapi saya tertarik dengan beberapa kakak kelas saya yang melanjutkan pendidikan di unversitas yang ada seni-seninya gitu. ISI. Walau sudah lama saya suka menggambar, setelah masuk STM dan lihat berbagai hasil gambar orang lain, ya... saya minder dan merasa sadar tidak akan bisa bertahan hidup di dunia pergambaran. Jadilah saya tidak memilih DKV ISI. Saya pun menaruh ketertarikan pada jurusan Televisi, karena memang saya tertarik di bidang video atau audio visual. Saya pikir, saya tepat untuk memilih jurusan Televisi. Akhirnya saya tanya-tanya ke kakak kelas saya tentang kapan pendaftaran mahasiswa baru ISI dibuka. Saya pantau terus berbagai laman yang a

Apasih yang bisa Didapat dari Pengantar Filsafat Pendidikan

            Dalam UAS Pengantar Filsafat Pendidikan, saya mendapatkan soal tentang “Manfaat yang saya peroleh setelah mempelajari Pengantar Filsafat Pendidikan.” Berikut jawabannya...             Berhubung saya dari STM, di tingkat pendidikan sebelumnya saya belum pernah pempelajarai filsafat. Mungkin saya dulu bisa diklasifikasikan dalam golongan orang pembohong, suka mencontek, suka berkhayal, imajinasi, kurang suka kegiatan olahraga, sukanya menulis, menggambar, stand up comedy dengan banyak waktu dihabiskan di jalan. Hal-hal seperti itu sedikit banyak mempengaruhi diri saya untuk memikirkan sesuatu. Walau yang saya pikirkan kebanyakan adalah hal-hal sepele. Entah tentang mengapa saya melakukan sesuatu, membuat alasan, apa yang harus saya lakukan untuk tugas, bagaimana suatu pengalaman bisa diceritakan dengan lucu atau hal baik apa yang seharusnya saya lakukan.             Sehingga ketika mendapat mata kuliah yang berhubungan dengan komunikasi, sosiologi atau pun filsafat say