Langsung ke konten utama

Notulensi Temu Dlogog


Sabtu, 21 Juli 2018. Aku renang di siang hari. Entah apa motivasiku, menjelang sore harinya, ku datang ke sekre UKMP. Ya, aku hanya berpikir hari itu ku perlu datang karena Minggunya aku tidak bisa ke sana. Ya, sepi, maklumlah. Beberapa orang mulai muncul, dan pergi lagi. Ya, sepi, maklumlah.

Sampai akhirnya Kang Has cerita kalau helm-nya sore ini hilang. Hmmm... aku kaget, dengan kagetku yang biasa saja. Karena kulihat dia biasa saja, alhamdulillah. Walau jika aku yang mengalami kehilangan helm, walau pun aku tidak terlalu kaget, mungkin aku bakal panik. Dan dia akan peduli. Tapi untungnya (kupikir) dia cukup terlatih dalam mengalami masalah, tidak butuh waktu lama ia menemukan solusi untuk membeli helm baru.

Bersamaan dengan kepanikan yang santai itu, sebuah grup WA mulai membuatku kepikiran. Owh iya, malam ini ada rencana ketemu bareng kawan-kawan kelas di STM. Mereka ngajak ketemu jam 19.00. Awh, kupikir juga bakal molor. Dan, ya... pikirku membantu Kang Has -meminjaminya helm untuk membeli helm- bisa menjadi alasanku untuk datang terlambat dari pada tepat waktu dan gabut menunggu di sana.

Singkat cerita aku sudah sampai di tempat yang telah ditentukan. Sebuah angkringan di pusat kota, dekat ril kereta dan sungai di Jogja. Kupikir kalian tahu itu dimana. Di sana telah berkumpul kawan-kawan kelas; Bima, Kelik, Gama, Akhmad, Fajar Eko, Lukas dan Kahar. Ku salami mereka, menyamankan diri dan beradaptasi. Beberapa gelas tak sampai separuh terisi, awh sudah lumayan lama mereka di sini. Aku ngelih. Delo ngkas rampung po yo... J

Mereka membicarakan kisah-kisah, teman-teman, guru-guru kami di STM. Perasaan-perasaan yang pernah ada, atau bahkan yang masih tersisa. Mereka saling bersambut melengkapi dan menambah topik pembicaraan. Seolah tidak ada habisnya. Ku pikir apa lagi yang akan kami bicarakan di pertemuan lainnya. Awh, biarlah, kuyakin pasti ada, walau ku tak tau akan tentang apa. Aku isih ngelih... J

Bagaimana aku di situ? Sama, walau ku hanya lebih menambahkan cerita supaya lebih terasa kelam. Haha. Ya, aku setuju dengan inti dari apa yang dikatakan Kahar –walau entah apa yang dia ucapkan sama dengan apa yang sebenarnya ia rasakan-, seakan setiap guru punya alasan untuk kami salahkan. Ya, tapi itu cuma seakan. Walau mungkin benar, tapi itu hanya alasan, dan benarnya setiap orang tidak lepas dari salah, walau hanya di mata seorang lain.

“Isih sue ra sih? aku ngelih...” kuberanikan diri untuk bertanya, dan setelah mendapat jawaban yang intinya ‘santai, santai wae’. Aku datangi  angkringan milih gorengan, disusul kawan yang baru bayar dan pamit pulang lebih dulu, serta satu ngambil sego kucing. Kubawa gorenganku, duduk bersama, kutawarkan pada mereka. Kok gak ngambil-ngambil, kuhabiskan saja. Maaf, aku buruk dalam menawarkan.

Rokok berkebul. Pembicaraan kami tidak hanya tentang ngrasani mereka yang tidak hadir -owh, seperti ini to rasanya nggosip-, tapi juga ngumbah yang hadir dan saling berbagi cerita. Aku bawa jam tangan, HP ku juga ada jam. Tapi ku kurang peduli saat itu jam berapa. Riski, kawan kami datang, dia telat mungkin karena sibuk belajar buat SM UNY yang katanya ujiannya besok pagi. Semangat. Terus kami pulang.

Rabu, 25 Juli 2018

Aji Tofa. Ig: @ajitof

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y