Langsung ke konten utama

DheSUC


Ketika Aji Absurd dan teman-temannya mencoba Open Mic.
 
        OK, saya ingatkan sekali lagi, bahwa dalam pembukaan UUD'45 ada kalimat "Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa." Sudah ingat? Sip, lanjut.
            Hari Rabu siang, kali ya? Tanggal 3 April, Arif memulai maju di depan kelas 92 buat Open Mic pertama kalinya di hadapan kami para siswa 9D, yang dulu pernah terpojokan di 8D. Dan mungkin Arif juga yang pertama kali mencoba Stand Up Comedy dari sekolah saya ini, SMP N 1 Pandak. Yang sekaligus mengawali Open Mic dengan tiang bendera yang belum kepakai di dalam kelas.
            Walau cuma beberapa joke dan banyak materi yang cuma copas-an dari comic-comic yang udah terkenal, layaknya Bang Raditya Dika, yang ngebahas "Cowok itu dibagi menjadi 2 jenis. Kalau nggak cowok play boy atau yang disebut b*ji...an. Ya pasti homo. Ya, kelas Dhe itu contohnya..." Kalau nggak salah gitu. #Soal kelas Dhe itu homo, semoga hanya isu
            Tapi tetap aja nggak banyak yang tahu tentang itu, karena sekolahan saya masih banyak yang awam tentang Stand Up Comedy.
            OK lagi. Dimulai dari awal. Beberapa Bulan yang lalu setiap jam kosong, atau memang sengaja dikosongkan. Kami mengadakan Open Mic. Tidak-tidak, itu terlalu cepat. Kami suka lempar-lemparan lelucon ala Malam Minggu Miko antar sesama siswa yang opininya siswa teladan. Sebut saja, saya, Danang, Wahyu dan Bagas. Mengapa saya tidak menceritakan Arif? Arif belum gokil saat itu, dia sibuk mesra-mesra'an sama temennya sendiri, sebut saja Nanda.
            Lalu, beberapa minggu kemudian, saat ngliat Stand Up Comedy Indo 3. Saya mengajak teman saya untuk nonton SUCI 3, dan teman saya mengajak teman lain. Teman lain mengajak teman lainnya lagi. Dan, bya... akhirnya cuma kelas kami yang antusias ngeliat SUCI.
            Setelah itu terkumpulah penyuka Stand Up Comedy di kelas 9Dhe. Dan muncullah tokoh-tokoh masalahrakat yang tidak lain dan tidak bukan Arif, Nanda dan Sopan serta teman-teman lain yang belum sempat saya sebutkan janis kingdom dan simbiosisnya. Karena sering ngakak bersama, akhirnya muncul gagasan pokok dalam akhir paragraf, dimana isinya berbunyi "Bagaimana kalau kelas kita mengajukan Stand Up Comedy saat perpisahan besok."
            Kontra banyak, tapi masih banyak yang pro dan setuju. Tapi masalah baru muncul, siapa yang perform, MC dan yang nyewa joki alay?
            Saat itu yang dipikir oleh sebagian besar teman saya adalah, nanti malu, grogi, blank dilihat banyak orang, belum lagi kalau nggak lucu. Itu pemikiran negatif, ya. Ya memang betul juga. Saya sendiri sebenarnya masih grogi ngomong di depan banyak orang.
            Untuk melatih materi(materi copasan) dan ngomong depan banyak orang seperti itu. Maka, ada yang usul kalau mengadakan open mic dulu di depan kelas. Dan, tak butuh waktu lama, Arif pun membuka semua kegrogian itu dengan open mic di kelas orang, yang kebetulan saat itu orang-orang banyak yang keluar, dan hanya kami yang menemaninya dalam kesepian hidupnya saat itu.
            Hari selanjutnya.
            Bantul 4 April, Arif mencoba lagi di depan kelas untuk open mic tanpa mic, melainkan tiang bendera. Dengan gaya ala Raditya Dika, Arif berhasil menghibur rakyat Comunity Class 9Dhe. Walau materi masih amburadul.
            Setelah itu disusul dengan perform pertama saya open mic di depan kelas. OK, banyak yang ketawa, kelen, tapi pada sebagian besar joke yang saya ingat(maklum ngeblank), banyak yang terlalu cepat dan ternyata tidak lucu.
            Lalu, barulah Danang open mic dengan gaya Babe Cabita yang mengusung tema "Toilet Tempat Chattingku".
            Walau hanya beberapa joke saja. Yang ngeblank, garing, grogi dan nggak lucu. Tapi itulah awal Stand Up Comedy kelas kami yang masih ilegal.
            Bahkan sempat suatu kali saat kami lagi perform. Guru saya datang, dan bilang "Ada apa ini? Kok tiang bendera di depan kelas?". Saya jawab "Pidato, bu." "Wah, kelas ini yang kayaknya paling maju." lanjut Guru saya.
            Kemungkinan, bukan masalah pidato yang disebut "maju" oleh Guru saya. Melainkan meja dan tempat duduknya yang sangat cetar memabahana tong kilap nyak.
            Tapi entah bagaimana jadinya. Kalau memang jadi Stand Up, itu sih OK. Tapi kalau nggak jadi itu sih, juga OK juga. Hitung-hitung pengalaman... hahaha Let's Make Lough.

            Bantul, 5 April 2013
            Saya Aji Absurd, dan DheSUC mengucapakan
            Tahun Baru 2013

        @jijiajaja
        Saya minta maaf, bila mengadopsi joke anda, para comic. Cuma buat ajang coba-coba aja, kok. Maaf, ya.
#KELAS KITA KELEN, BRO?#
sumber: dari kelas yang terpojokan...
---------------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y