Hari Minggu, 2 Juni. Kami bertiga telah beberapa kali. Tepatnya 2 kali
bertemu untuk sharing materi.
Dan malam Senin-nya kami
memutuskan untuk mencoba materi dengan open mic di depan... e kami sendiri. Di
sekolah kami sendiri, SMP N 1 Pandak.
Ternyata di sana ramai,
banyak orang. Ya secara, Hari Seninnya mau dipakai acara Wisuda. Dan saat
itulah kami akan tampil untuk pertama kalinya membawakan Stand Up Comedy di
sekolah yang ter... terserah deh.
Sebelumnya, kami
berjanji (ada kosakata lain selain ‘berjanji’?) untuk berkumpul di SMP sesudah
Isha’. Tapi kenyataannya lain. Sepertinya saat itu, jam 8 lebih. Kami baru bisa
berkumpul.
Tapi untungnya,
orang-orang yang saya harapkan datang. Memenuhi panggilannya. Saya, Arif, Bagas
dan Sopan telah berkumpul. Walau pun sebelum itu, banyak hal yang tidak terduga
dan tidak perlu saya ceritakan.
Sampai di SMP, kami
memilih kelas 7 F. Atau 7 G, ya. Saya lupa sekaligus gak tahu. Untuk melakukan
open mic buat stand up besok.
Mengapa kami memilih
kelas itu?
Ya, karena cuma kelas
itu yang gak dikunci.
Sebelum kami open mic.
Kami diskusi dulu untuk mematangkan teks MC biar lebih keLen. Mungkin teks MC-nya akan saya posting di lain kesempatan. Tapi yang
jelas, materi saya dengan Arif itu ada yang copy paste dari materi comic yang
sudah terkenal, ya kayak Raditya Dika.
Open Mic pun dimulai.
Belum selesai MC membacakan teks-nya. Datang seorang wanita, entah itu siapa
namanya. Gak penting buat saya. Yang jelas dia sudah jadi alumni di SMP kami.
Saya berharap dia datang
dengan damai, untuk menjadi penonton serta pengkritik yang baik buat kami saat
itu. Tapi apa, man. Beliau malah bikin acara itu menjadi terhentikan dan
sedikit amburadul. Ya, saat itu pula, ia menyatakan bahwa ia adalah anggota...
anggota apa, ya. Seperti drama, deh. Ya Anak Teater kalau gak salah.
Beliau bilang, kalau
saat stand up itu ekspresinya harus dikeluarin. Saya sudah tahu itu. Tapi
kampretnya, beliau seperti memaksa kami berempat untuk mengahayati ekspresi
dengan gayanya, gaya seorang anak teater. Itu kampret, man. Teater dan Stand Up
Comedy itu beda, man.
Karena yang saya tahu.
Masing-masing COMIC itu mempunyai persona-nya masing-masing. Gak perlu sama.
Yang penting mengeluarkan ekspresi persona-nya. Nggak bisa, man. Kami berempat membawakan
gaya stand up dengan persona anak teater yang menurut saya, ekspresianya
berlebihan banget. Kayak sinetron.
Dan sebagai comic
amatir, kami juga perlu punya persona. Dan kami saat itu telah hampir menemukan
persona yang cocok. Masa, saya saat membawakan materi kalau saya dikira HOMO,
malah membuat saya kelihatan memang homo beneran. Itu membuat saya aneh, man.
Mungkin, merasa tugasnya
membimbing kami telah selesai. Beliau meninggalkan kami. Sip. Kami jadi lebih
focus.
Tapi datanglah rombongan
kelas G dan 2 orang teman sekelas kami, Nanda dan Veri. Ya, terserah kalau mau
nonton kami, karena kami memang juga butuh penonton yang belum mendengar materi
kami. Ya, sekalian tes keberanian-lah.
Ya, memang open mic itu
berjalan gak lancar. Karena banyak kendala, terutama waktu. Sampai-sampai kami
berempat nggak menganggap materi kamu lucu, karena dalam beberapa menit itu
kami banyak sekali mengulang materi-materi yang sama. Sampai pantas untuk acara
besok.
Sampai akhirnya, jam
10-an. Kami mengakhiri open mic itu.
Bantul, 26
Juni 2013
@danMasihAji
#Mungkin Kurang Satu Catatan Lagi#
Komentar
Posting Komentar