Pada suatu episode podcast Hiduplah Indonesia Maya, Pandji Pragiwaksono membicarakan terkait orang mabuk yang pulang menggunakan transportasi umum, dalam hal ini kereta. Bahasan bersumber dari cerita seseorang di media sosial yang memprotes mengapa orang mabuk naik kereta. Salah satu komentarnya menjelaskan bahwa hal tersebut bagus dari pada orang mabuk tersebut pulang berkendara sendiri, dan hal itu sudah lumrah di Jerman dan Amerika.
Saya simpulkan bahwa Pandji mendukung argumen orang yang bekomentar. Karena orang mabuk lebih membahayakan ketika berkendara sendiri. Seperti di luar negeri, harusnya orang mabuk mendapat pendampingan khusus dari petugas kereta, tapi di Indonesia pelayanan ini tidak ada. Padahal di Amerika, Pandji sendiri juga mengungkapkan tidak nyaman dengan orang-orang mabuk ketika dalam 1 kereta, karena pernah mendapat pengalaman buruk dengan mereka.
Pandji juga sadar bahwa orang mabuk baiknya diantar oleh teman atau taksi (walau pun katanya dengan taksi masih dimungkinkan ancaman lain). Namun opsi-opsi kendaraan pribadi dengan sopir tersebut tidak memungkinkan untuk semua orang mabuk. Pendapatnya mabuk bisa dilakukan semua orang (bukan hanya untuk orang kaya), sehingga tidak semua orang mabuk mampu secara finansial untuk menggunakan kendaraan pribadi dengan sopir. Akhirnya wajar jika mereka naik kendaraan umum bersama dengan orang yang sadar. Walau tidak menutup kemungkinan mereka akan membuat orang yang sadar merasa tidak nyaman bahkan terancam.
Sampai di situ saya setuju jika ceritanya hanya sebatas orang mabuk yang mau tidak mau harus pulang dan hanya ada 2 pilihan yaitu naik KRL atau berkendara sendiri. Tentu pilihan terbaik adalah KRL. Tapi itu bukan sekedar cerita atau kuis, melainkan kehidupan nyata. Entah tujuan orang akhirnya mabuk dan tujuannya untuk pulang itu sepenting apa. Jika memang tujuan pulang itu penting, mengapa dia harus mabuk. Jika hal penting itu terjadi ketika sudah mabuk, berarti mungkin dia masih punya sedikit kesadaran, dan mending diarahkan ke kantor polisi atau minta bantuan orang lain saja.
Entah di kantor polisi dia akan mendapat tempat untuk istirahat atau malah mendapat hukuman. Tapi untuk sekarang, dengan tidak adanya petugas khusus pendamping orang mabuk di kereta, menurutku itu lebih baik dari pada mereka harus bergabung di kereta. Aneh memang, aku pikir mabuk itu ilegal.
Terlepas legal atau pun tidak, aku pikir jangan sampai orang mabuk mengganggu orang-orang yang tidak mabuk. Orang-orang di kereta sudah ada tanggung jawab untuk memprioritaskan lansia, wanita hamil, ibu dengan balita, penyandang disabilitas, orang yang sakit, bahkan anak-anak. Masa perlu ditambah untuk memprioritaskan orang mabuk? Kalau pun orang mabuk dianggap sakit, kemungkinan mereka sendirilah yang menyakiti diri sendiri.
Mengapa pemerintah lewat polisi atau petugas kereta perlu bertanggung jawab supaya orang-orang mabuk tersebut bisa aman? Mengapa tidak orang mabuk sendiri yang menyiapkan diri, bertanggung jawab atas konsekuensi mabuknya? Sebagian mereka juga membayar pajak, tapi apa harus uang pajak digunakan untuk mengurus hal-hal tersebut? Mengapa tidak club atau tempat mabuknya saja yang menyediakan tempat istirahat sampai mereka sadar kembali? Atau tambah fasilitas bus orang mabuk buat mengantarkan mereka sampai rumah.
Orang mabuk mungkin sudah wajar, tapi sepertinya jangan diwajarkan dalam keadaan mabuk di tempat umum, bahkan berjalan pun mereka tidak sepenuhnya sadar. Tidak semua yang sudah ada di luar negeri harus diterapkan di Indonesia. Mungkin jika bisa mengulang dari awal, kebanyakan orang luar negeri tidak ingin orang mabuk di tempat umum itu menjadi sebuah kewajaran.
Komentar
Posting Komentar