Langsung ke konten utama

Podcast tentang Masa Lalu

    Aku senang mendengarkan konten podcast, obrolan, atau wawancara yang dua tahun ini mulai menjamur di Youtube, bahkan juga platform lain. Mungkin dari sisi kreator membuat konten seperti ini dianggap lebih sederhana dan tidak butuh skenario dan peralatan yang bermacam-macam. Penting gambarnya ada, suaranya jelas, toh sebenarnya setiap orang punya sudut pandang atau cerita yang bisa digali dan dibagi. Kemampuan komunikasi tentu penting.

    Entah sudah kehabisan bahan atau memang mengulik masa lalu itu menyenangkan. Banyak kreator, baik dalam format monolog ataupun dialog sering menyajikan kisah masa lalu yang menginspirasi, keren, penuh perjuangan, nakal, bahkan kriminal. Semua itu wajar dan memanglah bumbu kehidupan. Memang sepertinya mereka lebih sukses daripada kebanyakan yang menonton mereka, paling tidak lebih sukses dari diri mereka yang dulu.

    Mungkin untuk beberapa orang, mengungkit masa lalu, atau lebih tepatnya keburukan dirinya di masa lalu itu bukanlah hal yang baik. Apa lagi mengungkit keburukan orang lain. Tapi menurutku pribadi, tidak setiap keburukan tidak layak untuk dikulik. Asalkan dengan niat dan tujuan untuk membelajarkan, bukan semata pamer kesalahan.

Cerita tentang Masa Lalu

    Karena dari kisah masa lalu kita bisa tahu dan belajar tentang baik-buruk sesuatu. Dari kekejaman Raja Firaun yang menganggap dirinya pantas disembah serta membunuh setiap anak laki-laki, aku yakin kebanyakan dari kita menganggap itu perbuatan salah dan dosa. Tentu kita tidak ingin menirunya, terlepas dari akhirnya dia ditenggelamkan di laut merah (iya kan ya).

    Takemichi (Tokyo Revengers) dewasa yang menyadari bahwa perbuatan masa remajanya itu cukup alay dan kriminal, banyak hal buruk terjadi karena kekerasan dan tawuran. Walau akhirnya dia tetap bergabung dalam gang dengan misi dan niat baik menyelamatkan teman-temannya. Bukan lagi masuk gang hanya sekadar ingin diakui sebagai remaja paling nakal, tersohor, dan keren di Tokyo.

    Pelaku bisnis yang membagikan suka dukanya merintis, mempertahankan, dan mempertahankan usahanya. Bahkan pelaku industri kreatif yang mengalami masa naik turunnya. Tidak dipungkiri mereka pernah melakukan kesalahan yang entah disengaja, dicoba atau datang dari faktor luar. Tapi dari semua itu, pasti ada hal yang dapat diambil pelajaran.

    Bahkan dalam ranah sejarah, keburukan diceritakan supaya kita dapat mengambil sikap dan tidak mengulangi hal yang sama ataupun untuk menanggulangi hal yang mungkin saja terjadi. Evaluasi, pendidikan Indonesia yang orang awam anggap normal-normal saja, ketika awal 2020 diterjang pandemi Covid-19 tidak dipungkiri ikut kolaps; siswa tidak dibekali dengan gadget dan kuota internet memadai, belum siapnya guru dalam mengelola pembelajaran secara daring, dan tidak efektifnya pembelajaran dan penilaian. Masa lalu tersebut pantas untuk diceritakan dengan niat mengevaluasi dan mengantisipasi.

Kembali ke Podcast

    Kembali pada podcast tentang cerita masa kecil, atau masa lalu. Terlepas dari niat dan tujuan kreator, menurutku membagikan cerita masa kecil itu memiliki sisi positifnya. Kita dapat mengetahui bagaimana orang lain berkembang dan tumbuh dewasa menjadi diri mereka sekarang. Tentang semangat hidup, cara mereka menyikapi dan menghadapi berbagai masalah di kehidupan mereka. Normalnya kita mendapat wawasan tentang mengapa sih si A melakukan hal B, atau ternyata dulunya si C bisa seperti ini itu karena melakukan D, ataupun walau ternyata si E melakukan F tapi dia tetap bisa meraih G. Selanjutnya tinggal kita yang mengambil dan menerapkan yang sekiranya cocok untuk kita.

    Bagus jika secara jelas atau sengaja, kreator memberi tahu bahwa segala keburukan atau kesalahan masa lalunya itu memang buruk dan tidak pantas ditiru. Walau sekarang dia dapat berdamai dan mendapat solusi jalan keluarnya, dan inilah yang menurutku perlu ditekankan, kalau kreator pengen memberi nilai baik untuk pendengar atau penonton.

    Namun ada saja kreator yang menceritakan keburukan, kesalahan atau perilaku yang melanggar normanya dengan nada pamer, bahkan tidak segan mengajak orang lain untuk melakukan kesalahan yang cenderung sama. Supaya masa mudanya menyenangkan, punya banyak teman, dan kaya akan pengalaman. “Nggak apa-apa masih muda mabuk, vandalisme, ikut tawuran, bully, gabung gang jalanan, memalak orang, bahkan sex bebas.” Tidak jarang kita diiming-imingi dengan kehidupan pertemanan yang solid. Apa ya cuma dengan cara-cara itu kita bisa mendapatkan hidup yang menyenangkan, teman solid, dan kaya akan pengalaman?

    Bukankah kesenangan yang mereka dapatkan itu sangat mungkin merugikan orang lain? Jangan sampai hanya demi bisa mabuk, berbagi cerita kehidupan dengan teman-teman solidnya, mereka memalak orang lain (dengan alasan apapun dia menyisakan uangnya). Bahkan juga jangan sampai supaya dapat bergaul dengan enak dan memiliki bahan cerita yang dianggap keren, kita ikut-ikutan berbuat buruk bahkan melakukan tindak kriminal pada orang lain.

sumber gambar: https://animesweet.com/review/review-tokyo-revengers-chapter-1/

    Percayalah, tidak sedikit orang seperti Takemichi yang menyesali kecerobohan, kenakalan atau kejahatannya di masa remaja. Tidak jarang ketika dewasa dan punya anak, mereka tidak ingin anak mereka jadi korban atau bahkan pelaku kejahatan yang dulu sempat mereka wajarkan.

    Pesan untuk teman-teman yang merasa mumpung masih remaja lakukakan aja berbagai masalah dan biarlah jika merugikan orang lain, memang udah masa dan konsekuensinya, terus ketika sudah nikah dan punya anak kita baru menyudahi kenakalan kita. Tapi di hati kalian masih ada kepercayaan pada norma-norma, agama, tuhan, surga-neraka. Ingat, mati bisa terjadi sewaktu-waktu, tidak selalu menunggu kalian dewasa dulu. Juga mungkin keren kalian mati ketika melakukan tindak kriminal, tapi cuma di kalangan atau kelompok kalian sendiri, yang mungkin bisa menimbulkan kejahatan lain. Tapi yang jelas, bagaimana perasaan keluarga, orang yang mencintai atau menaruh harapan baik pada kalian?

    Mungkin untuk mereka, atau orang yang senang nonton konten mereka tidak masalah dengan ajakan “lakukanlah hal-hal buruk” ketika remaja. Karena setiap orang pasti bisa menyaring mana yang benar dan salah dong. Padahal tidak jarang anak kecil yang suatu saat akan remaja, atau anak yang masih remaja, tetap bisa menonton konten yang sudah mereka beri tanda “18+”, lha kan malah tertarik kepancing buat nonton ye kan.

    Tapi jangan sampai mereka pula yang protes dengan acara-acara TV yang dengan berbagai filter, etika-norma dan lembaga sensornya masih dianggap tidak mendidik dan mengajarkan kebobrokan. Ya memang sih, gak ada yang sempurna, tapi ya jangan ngajak-ajak berbuat keburukan lah.

    Dah, maaf kalau menyinggung. Terimakasih sudah membaca tulisan ngalor kidul ini, semoga dapat mengambil manfaat dan intinya. Semoga rajin nulis lagi @ajitof.

Komentar

  1. Wiih manteup, kereeen bangettt. Mudah dibaca dan dipahami. Lanjutkan Jit👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah dapat apresiasi... : )
      ok, tunggu. Target minggu ini mau nulis lagi...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y