Langsung ke konten utama

Membentuk Tim di Pasca Kiamat Zombie

Belajar Simulasi dari The Walking Dead

Halo, selamat siang. Terimakasih sudah membuka blog ini.

Kali ini kita masih akan belajar dari The Walking Dead. Berawal dari pertanyaan populer orang-orang yang mengikuti The Walking Dead, yaitu “Siapa saja yang akan kau jadikan tim ketika kiamat zombie?” Mungkin banyak dari kita akan memilih untuk bersama Daryl Dixon atau Rick Grimes. Mereka berdua kuat dan cerdik, mungkin kita akan aman dari serangan walker atau manusia jahat lain. Tapi apakah hanya mereka berdua yang kamu butuh? Bangun tidur, bunuh zombie, cuci muka, berburu, klaim ini klaim itu, ngumpet, gelut, api unggun, makan tupai, tidur, bangun, bunuh zombie, lanjut tidur.

Oke kita aman, tapi tentu saja tidak semua orang nyaman dengan rutinitas seperti itu. Tidak ada manusia yang sempurna, dan sebagai makhluk sosial pada akhirnya kita butuh orang lain untuk bekerja sama. Contohnya Rick dan kawan-kawan “Family Team” sejak awal mereka memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda. Sengaja atau tidak mereka telah berbagi peran dan memiliki peranan masing-masing. Ada yang tukang pukul, ada tukang masak, ada yang bisa menghibur, ada yang bisa berburu, ada penasehat, juga ada pemimpin, dan lainnya. Sehingga konflik dapat berkurang dan masalah dapat teratasi.

Berdasar Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) yang dipopulerkan Howard Gardner, kecerdasan bukan hanya perihal kemampuan bahasa dan matematis saja, melainkan masih ada banyak kecerdasan lain yang dimiliki setiap manusia dengan kecenderungannya masing-masing. Paling tidak ada 8 macam kecerdasan berdasar Teori Multiple Intelligences Gardner ini, yaitu: 1) interpersonal (memahami dan mempengaruhi orang lain), 2) intrapersonel (memahami diri sendiri), 3) linguistik (merangkai kata), 4) spatial (memvisualisasikan dunia 3 dimensi), 5) naturalist (memahami alam), 6) musical (pemahaman tentang musik dan nada), 7) bodily-kinesthetic (mengkoordinasi tubuh), dan 8) logical-mathematical (membuat hipotesis dan penyelesaian).

Artikel Elizabeth Gartley yang berjudul “We All Have Jobs Here: Teaching and Learning with Multiple Intelligences in The Walking Dead” atau kalau diterjemahkan adalah “Kita Semua Memiliki Pekerjaan di sini: Mengajar dan Belajar dengan Berbagai Kecerdasan dalam The Walking Dead”, berisi tentang adaptasi The Walking Dead menjadi sebuah permainan simulasi peran dan berbagai kecenderungan kecerdasan yang dimiliki oleh beberapa tokoh di serial The Walking Dead. Lebih lengkapnya, kamu dapat membacanya pada jurnal Dialogue: The Interdisciplinary Journal of Popular Culture and Pedagogy pada laman yang tertera di bagian bawah tulisan ini..

Pada artikel tersebut banyak disinggung Teori Kecerdasan Majemuk yang menjadi dasar penerapan permainan simulasi peran The Walking Dead ini. Permainan simulasi peran ini sekiranya cocok diterapkan untuk siswa SMP atau pun SMA. Mereka akan berperan sebagai individu yang harus membentuk tim untuk bertahan hidup paska kiamat zombie seperti gambaran di serial The Walking Dead. Guru akan memberikan berbagai macam tugas yang dapat tim kerjakan, mulai dari menentukan pemimpin, menggambar peta, memberi intruksi, bermain game tembak menembak dan sebagainya. Seperti lomba antar tim tapi dengan peran yang berbeda-beda. Berbagai tugas tersebut diharap dapat menyadarkan siswa tentang kemampuan dan kekurangan dirinya (intrapersonal), serta dapat memahami kemampuan dan kekurangan orang lain (interpersonal).

Ya, memang tidak dipungkiri bahwa 2 kecerdasan tersebut (interpersonal dan intrapersonal) akan banyak berkembang ketika bermain peran. Tapi dengan mendasarkan permainan pada teori Multiple Intelligences, paling tidak kecerdasan lain juga dapat ambil bagian. Toh menurutku 2 kecerdasan tersebut memang penting dan selalu dibutuhkan manusia sebagai makhluk sosial.

Sayangnya serial The Walking Dead ini tidak begitu baik jika secara langsung diajarkan pada siswa SMP atau SMA. Karena banyak adegan di dalamnya yang... ya gitu deh. Mulai dari kekerasan, kata-kata kotor, dan perilaku seksual. Padahal tanpa adanya pemahaman atau referensi yang sama, sebuah kegiatan atau tujuan kurang efektif efisien untuk tercapai. Opo wangun, di sekolah nonton bareng adegannya Shane dan Lori, J saat mereka menjenguk Rick, kalau ini masih pantas sih. Selain itu, ini serial lho, per episode kurang lebih 50 menit. Tentu akan membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk memahamkan siswa yang tidak familier dengan kiamat zombie ini. Kecuali jika memang, paham ataupun tidak, yang penting jalan aja.

Sehingga guru dapat pintar-pintar mengulik budaya populer apa yang diminati siswa untuk dijadikan permainan simulasi peran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang Multiple Intelligences. Misalnya dengan mengganti konsep The Walking Dead dengan Laskar Pelangi. Jadi hari pertama guru memberikan kisi-kisi tugas yang akan dilombakan, contohnya membuat dan mebaca puisi, bernyanyi dan menari, lomba lari, cari daun, dan cerdas cermat. Pada hari pertama pula siswa harus sudah menonton film Laskar Pelangi, berbagi peran dan merancang apa yang akan mereka tampilkan. Terus di hari kedua mulai dilaksanakan permainan. Kayaknya bagus ini jika mau dibahas lebih lanjut atau ada yang menerapkan. J

Tapi memangnya dengan kurikulum sekolah kita yang seperti ini, kira-kira pelajaran apa yang dapat dimasuki sesi simulasi peran yang berhubungan dengan muatan bahasa, olahraga, matematika, seni budaya, dan karakter ini? Kupikir pada sesi bimbingan konseling sih, atau kalau diterapkan di tingkat SD kayaknya dikit-dikit bisa lah dengan ngambil film Laskar Pelangi.

Ulasan Gartley tentang penerapan permainan simulasi peran di artikel tersebut tentunya lebih detail, jadi kalian langsung saja baca artikelnya. Adapun untuk kecenderungan kecerdasan masing-masing tokoh The Walking Dead, rencananya akan saya bagikan di tulisan selanjutnya. Ditunggu ya.

Sekiranya itu saja yang dapat saya sampaikan dari Belajar Simulasi dari Serial Televisi The Walking Dead. Maaf jika ada kesalahan dari saya, semoga dapat menambah wawasan. Jika kalian ingin membaca artikel lengkapnya, klik tautan pada bagian bawah tulisan ini, karena masih ada berbagai hal yang dibahas di artikel tersebut yang tidak saya sebutkan di sini.

Dan jika kalian suka dengan konten ini, jangan lupa langganan dan beri komentar apa yang dapat kita pelajari selanjutnya. Sayonara.

 

Sumber:

Gartley, E. (2018). We All Have Jobs Here: Teaching and Learning with Multiple Intelligences in The Walking Dead. Dialogue: The Interdisciplinary Journal of Popular Culture and Pedagogy, https://www.academia.edu/38016672/We_All_Have_Jobs_Here_Teaching_and_Learning_with_Multiple_Intelligences_in_The_Walking_Dead.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y