Langsung ke konten utama

Daryl Dixon Sebenarnya Tidak Ada


Belajar Ekranasi dari The Walking Dead

Halo, selamat pagi. Terimakasih sudah membuka blog ini.

Kali ini kita akan belajar tentang ekranasi dari The Walking Dead. The Walking Dead atau yang biasa disingkat TWD, merupakan serial TV AMC yang muncul pada tahun 2010. Serial TV ini didasarkan pada komik dengan judul sama yang digarap oleh Robert Kirkman dan kawan-kawan, yang bercerita tentang upaya manusia bertahan hidup paska kiamat zombie.

Saya kenal TWD juga dari komiknya, saat saya nyekrol-nyekrol list manga dan nemu ada yang berbeda. Terus saya baca dan ikuti komiknya dari awal Rick dan Shane temenan, Shane nikung Rick, Rick bunuh Shane, sampai tim Rick melawan Governer, ya saat itu komik translate bahasa Indonesianya cuma sampai situ.

Lalu saya cari di facebook adakah grup yang membahas tentang komik ini. Akhirnya nemu beberapa grup facebook, dan ternyata komik ini telah diadaptasi menjadi beberapa serial TV. Masih ingat season pertama yang saya tonton adalah TWD season 5, ketika Carol ibu-ibu badas yang berhasil menjebol Terminus untuk menyelamatkan trio lelaki idola: Rick, Glen dan Daryl dari acara penyembelihan masal.

Saat itulah saya mulai mengikuti serial TWD ini, yang sampai saat ini serial ini telah memiliki 10 season, dengan beberapa serial pendamping, seperti Fear TWD, Flight 462, Beyond TWD dan lainnya. Banyaknya turunan dan episode serial TV yang telah bertahan 1 dekade ini, ternyata memunculkan berbagai artikel yang membahas tentang serial TV ini.

Salah satunya adalah artikel Mahdi Ramadhani (2018) yang berjudul “Analisis Ekranisasi Komik “The Walking Dead” ke dalam Bentuk Serial Televisi “The Walking Dead Season 6”  berdasarkan Struktur Naratif dan Visual.” Jika kawan-kawan tertarik untuk membacanya, link artikel saya taruh di bagian bawah tulisan ini.

Ekranasi adalah proses pelayarputihan sebuah karya sastra. Ya, gampangannya ekranasi itu proses mengadaptasi atau alih wahana karya tulisan menjadi karya audio visual, dalam hal ini dari komik menjadi serial TV. Jadi dalam artikel tersebut, Ramadhani membahas tentang adaptasi komik TWD ke dalam bentul serial TV TWD Season 6 pada aspek cerita dan visual.

Secara umum, alur cerita The Walking Dead antara komik issue 78 sampai 85 itu sama dengan serial TV pada Season 6 babak 1 yaitu episode 1 sampai 9. Pada babak tersebut melanjutkan cerita kehidupan damai tim Rick di kampung Alexandria, eh ternyata banyak walker yang harus mereka kondisikan untuk menjauh dari Alexandria. Eh, walker sudah mulai terkondisikan ternyata muncul kelompok Negan.

Namun terdapat berbagai penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi pada ekranasi komik ke serial TV ini. Penciutan adalah penghilangan suatu hal yang ada dalam komik ketika dialihmediakan menjadi serial TV. Penambahan itu dari yang awalnya tidak ada di komik, menjadi ada di TV. Sedangkan perubahan bervariasi itu lebih pada suatu hal yang ada di komik tetap ada di serial TV tetapi dengan beberapa perubahan.

Paling tidak terdapat 3 aspek yang dibahas dalam artikel ini, yaitu aspek alur, aspek tokoh, dan aspek latar. Saya akan coba menyebutkan sedikit contohnya saja, lebih lengkap silahkan lihat artikel aslinya.

Pada ekranasi alur, hal yang dihilangkan dari komik adalah proses Abraham mengumpulkan suatu kelompok dan sempat menyerang gerombolan walker. Sedangkan hal yang ditambahkan contohnya adalah adegan Rick melihat kawanan walker yang terkumpul di sebuah lembah tambang yang ternyata tidak ada di komik.

Pada ekranasi tokoh, contoh yang dihilangkan dari komik adalah Andrea, karena di serial TV tante Andrea sudah wafat kan ya. Sedangkan contoh nyata tokoh yang ditambahkan ke serial TV adalah om Daryl Dixon dong, yang sejak season 1 sudah muncul tapi di komik sebenarnya gak ada. Adapun tokoh yang divariasi contohnya adalah mbak Maggie Grene, yang kalau di komik karakternya lemah dan penakut sedangkan di serial TV beliau termasuk mbak-mbak pemberani.

Pada ekranasi latar, contoh yang dihilangkan adalah pom bensin, entah saya juga kurang tahu karena tidak mengikuti komiknya sampai situ. Latar yang ditambah contohnya adalah lembah tambang tadi, yang berisi kawanan walker. Sedangkan perubahan latar bervariasi adalah dinding Alexandria yang kalau di komik katanya terbuat dari batu dan kayu, sedangkan di serial TV terbuat dari seng with cagak penopang yang dipadalkan dari dalam.

Berbagai perbedaan antara komik dan serial TV tersebut dikarenakan sifat medianya berbeda. Komik bisa kita baca dan diulang kapan saja. Sedangkan serial TV harus kita ikuti sesuai jadwal dan tempo adegannya, kecuali jika kita nonton sendiri tidak sesuai jadwal, hehe. Sehingga penambahan adegan flashback di serial TV perlu ada untuk mengingatkan penonton pada episode yang sudah lalu, atau pun teknik ending menggantung (cliffhanger) yang kentang suapaya penonton menunggu kelanjutan ceritanya di episode atau season berikutnya.

Di artikel tersebut juga disebutkan bahwa adanya perbedaan juga supaya terkesan serial TV yang didasarkan komik itu tidak seasli komiknya. Menurut saya inilah salah satu asyiknya serial TV The Walking Dead, secara alur, tokoh dan latar memang banyak kemiripan dengan komik, tapi itu cuma mirip. Jadi yang sudah baca komiknya, saat menanti episode terbaru TWD juga cuma bisa nebak-nebak bakal dibawa kemana, akankah sama seperti komik atau berbeda. Beda dengan saat nonton One Piece, ya iya dong. Tapi tetap, ada aja spoilernya.

Sekiranya itu saja yang dapat saya sampaikan dari Belajar Ekranasi Komik ke Serial Televisi dari The Walking Dead. Maaf jika ada kesalahan dari saya, semoga dapat menambah wawasan. Jika kalian ingin membaca artikel lengkapnya, klik tautan pada bagian bawah tulisan ini, karena masih ada berbagai hal yang dibahas di artikel tersebut yang tidak saya sebutkan di sini.

Dan jika kalian suka dengan konten ini, jangan lupa langganan dan beri komentar apa yang dapat kita pelajari selanjutnya. Sayonara.

 

Sumber: http://digilib.isi.ac.id/3596/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y