Langsung ke konten utama

Kuliah atau Kerja Jik 0.1

Dulu di SMK aku masuk di jurusan Multimedia. Sekitar satu semester yang lalu, sebelum UN, beberapa percakapan antar teman muncul. ‘Mau lanjut kuliah atau kerja?’. Dengan tujuan awal sejak sebelum masuk di SMK, kata-kata orangtua, diperkuat dengan lingkungan kelas MM1 ini. Aku berpikir dan menjawab ‘Aku akan kerja’. Saat itu aku sudah memiliki tujuan mau kerja dimana, walaupun belum tentu diterima.
Jawaban itu membuatku sedikit santai. Karena aku merasa tidak perlu selalu belajar dengan keras dan mencontek untuk mendapat nilai dan untuk bisa masuk PTN. Aku hanya perlu belajar giat sebelum ujian, dan memperbanyak praktek sebagai portofolio. Walau kadang aku mencoba membuat ragu temanku yang mau kuliah, tapi sebenarnya aku tetap mendukung apapun yang mereka rencanakan. Karena aku selalu berpikir, walau sama-sama satu jurusan tapi kita diciptakan berbeda. Dan kalau pun semua temanku memilih kerja, aku rasa peluangku untuk kerja akan semakin kecil.
Showroom. Seminar-Seminar Kelulusan atau apalah namanya, mulai diselenggarakan. Hari-hari awal kalau gak salah mensosialisasikan masa depan yang akan dipilih calon lulusan. Kami tetap bisa kuliah maupun tetap memilih untuk kerja, yang mana SMK ini telah memfasilitasi jaringan-jaringan industri yang kayaknya bergengsi. Kami orang-orang yang memilih akan bekerja masih kuat akan pendirian kami. Sampai akhirnya seminar tentang PTN diselenggarakan, dengan pembicara yang kebanyakan alumni SMK kami yang telah masuk di UNY dan UGM dari berbagai jalur. Disitu kami mulai goyah. Beberapa teman mulai ragu dan kuatir, mereka ingin segera bekerja dan meringankan beban orang tua. Sedang sebagian ingin kuliah tapi merasa ilmu maupun biaya kurang mampu. Dan yang terpenting dari semua itu adalah tentang membahagiakan orangtua. Di pihak manakah aku? Aku juga adalah mereka. 
Seperti ada hal penting yang ingin diberitahukan pihak sekolah pada kami, pastikan kami yakin dengan apa yang kami pilih.
Bidikmisi. Sampai akhirnya sekolah mengumumkan pendaftaran bidikmisi. Orangtua menyuruhku segera mengurusnya. Seolah mereka mulai menginginkanku agar kuliah seperti anak SMA lainnya. Aku STM, bung...  Aku pun bersedia mengurusnya. Sejenak aku kepikiran tentang aku yang juga mereka; aku mungkin bisa kuliah dan tetap meringankan beban orangtua seandainya aku mendapat bidikmisi. Tapi apa aku bisa masuk ke PTN dan mendapat bidikmisi itu? Aku STM, mengingat apa yang telah kulakukan sebelumnya. Aku masih bingung.
SNMPTN. Fokusku pun mulai terbagi. Kadang aku mencari-cari dan tukar pikiran dengan teman tentang lowongan kerja. Aku pun juga mulai mencari informasi Perguruan Tinggi yang sekiranya cocok untukku. Sampai akhirnya SNMPTN datang, aku sempat bilang pada teman-temanku ‘coba SNMPTN aja lah, kalau gak keterima ya kerja’. Dengan nilai persemester yang tidak membanggakan, NISN yang ternyata salah ,tapi dengan tetap adanya motivasi dari keluarga serta ajakan teman-teman. Aku mencoba mendaftar SNMPTN. Prodi apa saja yang aku pilih?
Kalau gak salah, pertama aku memilih Ilmu Komunikasi UPN. Mengapa Ilkom? Ilkom menurutku sedikit banyak kayak pelajaran multimedialah. Mengapa UPN? Karena aku sadar gak mungkin keterima di UNY atau UGM, dan UIN gak menerima bidikmisi. Baru untuk pilihan kedua dan ketiga aku milih UGM. Kampret, kan ya... mengapa gak UNY? Karena aku sempet dengar, kalau UNY tidak ingin diduakan, gak mau jadi pilihan kedua. Yaudah pilih UGM ajalah. Sekali lagi, itu semua kalau gak salah, ya. Maklum dah lama, je...
Jreeeng... UN telah selesai. Holiday is coming. Beberapa teman sudah banyak yang mendapat pekerjaan. Sedang aku masih harus ngurus sertifikat magangku di Euforia. Sekilas info, dari Euforia aku mulai tertarik belajar color grading. Apa aku bisa diterima jalur SNMPTN? Pikir secara logis aja, anak STM yang gak berprestasi nekad daftar SNMPTN Ilkom, UGM lagi... Tinggal menunggu waktu pengumuman SNMPTN, dengan tetap nyambi cari-cari lowongan kerja.
Sekiranya sekian yang dapat saya tuliskan. Ada kurang lebih saya minta maaf.
Bantul, 04 September 2016

Aji Tofa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y