Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Orang Mabuk di Tempat Umum

Pada suatu episode podcast Hiduplah Indonesia Maya, Pandji Pragiwaksono membicarakan terkait orang mabuk yang pulang menggunakan transportasi umum, dalam hal ini kereta. Bahasan bersumber dari cerita seseorang di media sosial yang memprotes mengapa orang mabuk naik kereta. Salah satu komentarnya menjelaskan bahwa hal tersebut bagus dari pada orang mabuk tersebut pulang berkendara sendiri, dan hal itu sudah lumrah di Jerman dan Amerika. Saya simpulkan bahwa Pandji mendukung argumen orang yang bekomentar. Karena orang mabuk lebih membahayakan ketika berkendara sendiri. Seperti di luar negeri, harusnya orang mabuk mendapat pendampingan khusus dari petugas kereta, tapi di Indonesia pelayanan ini tidak ada. Padahal di Amerika, Pandji sendiri juga mengungkapkan tidak nyaman dengan orang-orang mabuk ketika dalam 1 kereta, karena pernah mendapat pengalaman buruk dengan mereka. Pandji juga sadar bahwa orang mabuk baiknya diantar oleh teman atau taksi (walau pun katanya dengan taksi masih dimu

Menemukan Cara Menemukan Makna Hidup

Man’s Search for Meaning, buku kedua yang aku ambil dari rak adikku setahun ini, yang pertama adalah Filosofi Teras. Bukan sebuah kesengajaan, karena aku pikir buku tersebut akan sering masuk ke dalam tas, dibaca di kereta, yang intinya aku tidak ingin memberatkan beban bawaan dan beban bacaan. Buku karya Viktor E. Frankl, seorang psikiater, yang menceritakan pengalaman dirinya sebagai tawanan di kamp konsentrasi Nazi saat Perang Dunia II. begitu jelas Frankl merefleksikan berbagai kejadian yang ia lihat dan alami. Semua kejadian itu memperkuat konsepnya terkait logoterapi, motivasi utama manusia untuk menemukan makna hidup. Bagaimana jelasnya, silakan cari tahu sendiri (karena aku juga lupa), tapi berikut beberapa hal yang aku ingat dari buku ini: Sosok Viktor E. Frankl kalau tidak salah pernah muncul dalam buku Filosofi Teras sebagai contoh manusia yang stoik. Bagaimana dia tetap dapat mengelola kesadaran dan emosinya di tempat yang semengerikan itu. Ternyata ketidaksengajaanku su