Langsung ke konten utama

Presentasi XMM1


Tadinya mau serius. Tapi nggak bisa

                Masih seperti biasa. Nama saya Aji. Saya belum punya keinginan untuk berganti nama menjadi Leonardo Dafinsi, Iqbaal Cjr mau pun Habibie Ainun. Karena nama mereka sudah terlalu meanstream bagi saya.
Jadi gini. Sekarang saya bersekolah di SMK N 2 Yogyakarata. Jurusan MultiMedia kelas XMM1. Biasanya, kelas kami, XMM1 biasa dipanggil kelas MM48. Kelen ya? Ya itu, biasanya yang manggil kayak gitu cuma saya sendiri, man.
Emangnya kenapa? Saya iri sama Tehknik Komputer Jaringan, TKJ. Di sekolah mana-mana TKJ ngakunya TKJ48. Emangnya MM nggak bisa, ya? Memang kayaknya -_- nggak bisa, man...
Yaudah, menurut kalian orang-orang MultiMedia itu keLen-kan, man? Saja juga berpikir begitu, orang-orangnya pintar, kulitnya putih, bersih, terang, wangi, rapi, bawaannya laptop, pakai bis pribadi. Ya ini saya lagi lebay.
Iya, man. Setelah kurang lebih 2 bulan ini bersama mereka. Pikiran saya menjadi terbuka, man. Terbuka akan sebuah kejujuran. Kejujuran dimana teman-teman baru saya ya... orangnya unik dan lucu. Unik dan lucu dalam artian langka. Langka dalam artian sulit dicari. Sulit dicari dalam artian sudah jarang ada yang nyari.
Ya, mau bagaimana lagi. Saya di kelas hanyalah seorang unik diantara mayoritas orang-orang unik lain. Bersama mereka, saya lebih mengerti tentang arti sebuah perbedaan yang tidak harus disamakan. Tapi harus disatukan.
Perbedaannya sih banyak:
Kalau dulu saya tidak satu kelas dengan orang non muslim. Sekarang, iya.
Kalau dulu tidak pernah naik angkutan umum. Sekarang iya.
Kalau dulu kuantitas cewek di kelas lebih banyak dari cowok. Sekarang tidak.
Kalau dulu teman-teman saya ya cuma sekabupatan. Sekarang hampir satu provinsi.
Kalau dulu ketua kelas saya itu bijaksana. Sekarang, ketuanya... e... iya, dia memang ketua.
Jadi gini, mungkin setiap orang yang semi bijak dan banyak berangan-angan akan berargumen. Kalau kelasnya paling asyik, heboh dan gaduh. Mereka akan mempresentasikan (maksudnya mengemukakan) melalui media social, secara lisan, mau pun tertulis. Kalau halnya, “Owh... Kelas Blablabla saya paling asyik deh. Orang-orangnya aneh-aneh. Bahkan si anu mau nyalonin jadi DPR. Makasih My Pleand... by: anak kelas sebelah kelas sebelah. J Klip Smyle...
Sekarang, saya kasih tau ya, man. Orang-orang yang pernah memproklamirkan hal-hal yang berjenis seperti diatas itu absurd, alay, aneh, kampret. Itu ya, orang-orang gitu tu kayak... e... kayak saya, man. Saya juga pernah ngelakuin hal yang sama kayak gitu di facebook.
Tapi itu dulu, sekarang saya udah nggak pernah kayak gitu lagi, man. Ya semenjak HP saya sudah tidak bisa dipakai aktif facebook-an lagi.
Jadi gini, maksud saya, masing-masing kelas itu memiliki ceritanya masing-masing. Kelen juga kata-kata saya.
Kelas kamu itu kayak Cinta kamu, man. Yang bisa ngerasain ya cuma kamu, dan mungkin orang di dalam sebuah hubungan tersebut juga merasa sepertimu, man.
Jadi gini, man. Kalian pasti udah tau-kan, kalau Cinta itu berbeda-beda, kadang lucu, ngegemesin, kadang ingin nyubit, kadang ingin menyembelih pacar sendiri, tapi Cinta lu nggak akan bisa lu presentasikan pada orang lain, man. Ya kayak Kelas lu juga, man. Nggak bisa dipresentasikan pada semua orang. #EndingYangAneh
                Bantul, 2 September 2013

                @absurddin
#Sudah Berani Bilang TKR48?#

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah-Kisah Kebetulan di Fargo

Bagaimana jadinya ketika bapak-bapak korban perundungan tidak sengaja curhat pada seorang pembunuh? Pembunuh itu segera memberi pelajaran pada perundung, mengajak bapak itu bangkit, dan melibatkannya dalam kasus pembunuhan lainnya.      Begitulah Serial Fargo, kata kuncinya adalah “tidak sengaja” yang akhirnya bermuara pada “kasus pembunuhan”. Serial TV ini selalu memberi gimik di awal episode, bahwa diadaptasi dari kejadian nyata, korban yang selamat namanya disamarkan dan bla-bla-bla, seolah ini berasal dari kisah nyata. Tapi terserah kalian mau percaya atau tidak. Yang jelas serial yang telah sampai season 4 ini diadaptasi dari sebuah film dengan judul yang sama “Fargo” yang rilis pada 1996. Film Fargo: latar waktu 1995 Jerry bernegosiasi dengan calon penculik ( sumber gambar )      Film ini bercerita tentang Jerry, seorang menantu resah karena bos yang juga merupakan mertuanya sering menyinggung ketidaksuksesan dirinya. Tanpa sepengetahuan istrinya, si menantu menyewa 2 orang kri

Mati di Jogjakarta beserta Alasannya

Mati di Jogjakarta , sebuah antologi cerpen karya Egha De Latoya. Masih ingat ketika di Bandung akhir tahun 2022, masuk Gramedia aku hanya berpikir bahwa perlu beli buku. Tidak tahu mau beli buku seperti apa, tapi yang jelas adalah buku fiksi. Sederhana, karena buku yang terkahir aku baca (bukan karena suatu tugas atau pekerjaan) adalah buku non fiksi, yaitu Filosofi Teras. Beberapa alasan akhirnya memutuskan untuk membeli buku ini adalah: Kecil dan tidak tebal Mungkin kata “tidak tebal” lebih tepat diganti dengan “tipis”, tapi menurutku buku ini tidak tipis-tipis banget. Ini penting karena sampai tulisan ini aku ketik, aku masih tidak percaya diri akan bisa selesai membaca buku-buku tebal. Sepaket alasan, aku pikir ukuran yang kecil akan memuat tulisan yang tidak terlalu banyak dalam setiap halamannya. Sehingga target minimal membaca 10 halaman setiap hari tidak begitu berat. Remeh banget ya hehe . Aku juga sudah berpikir bahwa buku yang aku beli akan sering masuk tas dan dibaca

Budi Pekerti Coldplay di Plaza Senayan

 Sepuluh hari yang lalu, Rabu 15 November 2023, hari Coldplay tampil di Gelora Bung Karno. Saya jalan ke luar kantor, ke arah kerumunan calon penonton Coldplay, dan memutuskan untuk menonton Film Budi Pekerti di Plaza Senayan. Memang cara orang untuk mendapatkan kesenangan berbeda-beda. Ada orang yang senang dengan melihat artis luar negeri, orang yang berhasil mengundang artis luar negeri, orang yang senang dengan menghibur orang lain, orang yang senang berada dalam kerumunan, orang yang senang ketika berdagang dalam kerumunan, dan saya orang yang saat itu senang menghindari kerumunan. Bioskop di Plaza Senayan barang kali adalah bioskop paling eksklusif yang pernah saya datangi. Sepertinya tidak ada kecurigaan dari satpam melihat kemungkinan saya membawa makanan dalam tas yang berisi grill pan hadiah gathering yang siang itu saya ambil dari kantor. Bioskop pertama yang menolak uang tunai saya untuk membeli tiket. Bagus, padahal nominal yang harus saya bayar adalah 50000. Nominal y